Di Pelataran Mc Donald's




Usai sholat maghrib, sengaja aku rencanakan untuk gowes malam ini. Dengan sepedaku, tas ransel yang isinya laptop, handphone dan headset. Oh iya lupa, dan juga bawa dompet yang isinya cuma ada duit empat belas ribu rupiah. Aku pun siap memulai aktivitasku malam ini. 

Bersepeda di malam hari memang jarang sekali dilakukan, apalagi di lingkungan perkotaan seperti letak dimana aku tinggal. Kota Surabaya memang selalu ramai. Walaupun ini bukan hari Sabtu-Minggu, namun suasana jalan raya sangat ramai. Sesekali aku terjebak di lampu merah lalu lintas. Sesekali kau melewati jalanan seperti pasar, cafe and lounge juga restoran yang tak pernah sepi pengunjung. Badan cukup berkeringat, sejenak pikiran menenang, aku puas setelah bersepeda keliling kecamatan. Suasana langit yang cerah dan udara malam ini sangat mendukung.

Anginnya sepoi-sepoi, mengibas-ngibaskan jilbabku dengan arah melawan laju sepedaku. Setelah dirasa cukup lelah bersepeda, aku sengaja mampir ke sebuah resto fastfood yang letaknya sekitar satu setengah kilo dari rumah. Bahu cukup pegal membawa tas ransel yang berisi laptop, akhirnya sisa malam ini aku berencana akan menghabiskan untuk mengerjakan tugas sosankes yang dikumpulkan besok. 

"Mbak, spaghetti satu, fudge sundae chocholate satu." Aku memesan kudapan untuk melepas lelahku disini.
"Ada lagi....? totalnya sebelas ribu." Jawab waiters itu lincah.

Sengaja aku pilih spot pelataran ini, karena pemandangannya yang masih sangat mendukung untuk menemaniku bekerja malam ini. Juga areanya yang di teras sangat memudahkan aku untuk melihat sepeda bututku yang terdiam di tempat parkir sebelah area parkir mobil. Karena tidak ada kuncinya, jadi sengaja ku letakkan di daerah yang tidak terlepas dari pandanganku.

Aku duduk di kursi yang coklat yang terbuat dari kayu, berjumlah empat dan membentuk lingkaran. Sedang ditengahnya ada sebuah meja dari kayu pula yang berbentuk lingkaran kecil. Aku segera menarik kursinya dan meletakkan pesananku di atas meja. membuka tas ransel perlahan dan menarik lap top berwarna hitam dari dalamnya. Memasang headset di colokannya, dan membuka folder musik barat. Anyone Else But You, ost. film Juno siap di play berulang-ulang hingga bosan.

Sambil menunggu sinyal WiFi-nya nyala di laptopku, aku sengaja menghabiskan spaghetti ini terlebih dahulu, baru selanjutnya es krimnya.
Hmmm,...

"BRAKKK!" Tiba-tiba dengan cepat ada sebuah mobil Toyota Yaris berwarna silver yang berbelok kencang ke arah tempat parkir.
Sementara aku tetap tak mau melepas pandanganku ke arah mobil itu. Dengan cepat pak satpam yang bertugas di area parkir mengunjungi mobil brutal tersebut. 

Pak satpam memandangiku, pandangan matanya seolah memanggil agar aku cepat menuju ke arah suara kencang tersebut. 

"Sepedanyaaaa....." Teriak pak satpam itu ke arahku.
Aku bangkit, berjalan pelan ke arahnya. 

"Sepedanya peyok mbak...." Gusar pak satpam itu dengan mukanya yang tampak kaget dan cemas. 

Aku mengambil sepedaku dan melihatnya tamat-tamat.
Orang di dalam mobil itu, tak juga turun dari dalam mobilnya. Sementara aku tenang, dan pak satpam tak hentinya bicara memaki-maki penumpang yang sombong dan angkuh yang hingga kini tak mau juga membuka kaca mobilnya. 

"Pak, pak... turun. Ini gimana sepedanya mbak ini, sudah peyok akibat kamu parkir terlalu belok dan akhirnya nabrak." kata pak satpam itu dengan menggedor-nggedor pintu mobil.

Aku masih terdiam berusaha mempebaiki setir sepedaku yang sudah terlanjur peyok.Lalu selang beberapa menit, penumpang mobil itu turun. Terlihat dua orang, sepertinya sih,.... mereka sedang pacaran. 

Satu pasangan muda-mudi yang masih cukup muda, sekitar umur 20-an sama kayak aku.
Dengan cepat, si prianya menjawab pertanyaan satpam barusan,
"Salahnya mbak ini sendiri parkir sepedanya di tempat parkir mobil...." Dengan cepat mereka berlalu masuk meningglkan kami. 

"Haduh... sombong sekali orang itu, tidak mau tanggung jawab, sabar ya mbak. Mungkin ada yang bisa saya bantu?" Sela pak satpam itu lagi menanyaiku yang sedang membenahi setir sepeda.

Aku menggeleng, "nggak papa pak, salah saya juga. Terlalu dekat parkirnya dengan parkir mobil." Sahutku.


Disaat yang kurang tepat, cinta memang mampu menenggelamkan logika.


Akhirnya, mau tidak mau, tetap ku kayuh pulang dengan setir yang agak terlihat cacat untuk meninggalkan pelataran ini.






Komentar

Postingan Populer