Secangkir Kopi
#genre:fiction
“Jika
berbeda saling melengkapi, jika sama berarti sehati.”
It’s so simple.
Tidak selamanya kita sama, tidak selamanya juga kita berada pada satu lini
asumsi. Walaupun begitu, kita tetap satu sama lain yang saling membutuhkan dan
mencintai. Itu yang perlu kau tahu.Atau,
kita akan menjadi seperti secangkir kopi yang terdiri dari dua elemen berbeda. Hey, tapi lihat…. kita tetap dalam satu
wadah. Cangkir.
Kata
mereka… gula itu manis. Dan mereka juga bilang, kopi itu pahit. Tapi dikala
kopi dan gula sudah menjadi satu wadah… mereka suka.
Secangkir
yang bisa membuat pikiran menjadi tenang. Bahkan, suatu saat secangkir itu bisa
menimbulkan inspirasi yang kita dibutuhkan. Secangkir yang kita diminum
setengguk mungkin bisa mengguratkan senyum di wajah. Dan tentunya, secangkir yang harumnya dapat merebakkan
seluruh ruangan. Asal… proporsi kita seimbang. Tetap saja ada “syarat” dibalik
itu. Ya, proporsi.
Jika
proporsi gula terlalu banyak dari kopi, maka rasa gula akan mendominasi. Dan
kopi menjadi kalah rasa yang akhirnya menjadi terlalu manis. Begitu jika
sebaliknya, jika kopi yang paling mendominasi, maka rasa gula juga akan tidak
terlihat. Dan secangkir kopi akan menjadi sangat hitam dan terlalu pahit. Itu
rumus sederhananya. Kenyataannya, secara empiris proporsi gula lebih banyak
dibanding kopi. Jika kopi satu sendok teh, maka gula satu sendok makan. Itu sih, teori. Tapi ternyata semua itu
kembali pada “selera” masing-masing.
Ada
yang ingin kopi pahit. Tentu yang lebih dominan menyukai kopi ketimbang rasa
manisnya gula. Ada yang ingin kopi manis. Tentu saja, gulanya dalam jumlah yang
lebih banyak. Bisa karena tidak terlalu suka pahit atau rasa kopinya terasa. Atau
mungkin, memang sangat suka di rasa manisnya yang mendominasi hingga meluber ke
seluruh penjuru lidah. Ada juga yang suka sedang. Tidak terlalu pahit kopinya,
juga tidak terlalu dominan rasa gulanya. Kembali lagi, selera.
Sejatinya,
secangkir kopi tetaplah terdiri dari adukan kopi dan gula. Yang berbeda warna,
beda rasa, beda tekstur, tak sama. Tapi… kopi dan gula, bisa juga disebut sama.
Karena kopi dan gula tidak akan mungkin bisa larut jika mereka bukan sama-sala
solut. Atau jika keduanya tidak dalam wadah yang sama? Hmmm… tapi rupanya. Kopi
dan gula tetaplah romantis seperti aroma dan rasanya yang terpadu dalam
secangkir kopi. Yang tetap terasa di hati.
Ya-ya-ya…
berbeda itu memang saling melengkapi. Tapi jika kita sama, itu tandanya kita
sehati dong?! Ahaa…
waa...;)
BalasHapus