Bagaimana Seharusnya Badan Legislatif Mahasiswa Berperan?



Mahasiswa merupakan generasi terdepan yang mendapatkan pendidikan tinggi secara baik dibandingkan dengan kelompok generasi muda lainnya. Begitulah kiranya sehingga masyarakat berharap stok sumberdaya masa depan yang berkarakter baik (good character) dan kuat banyak di isi oleh kaum muda ini. Masa depan kebangsaan Indonesia sangatlah ditentukan oleh generasi muda terdidik ini, apalagi mereka adalah generasi yang banyak mendapatkan berbagai pengetahuan teoritik maupun praktis di Perguruan Tinggi tentang tema-tema pembangunan bangsa sesuai pada kompetensinya masing-masing. 

Sebagai generasi masa depan, kiranya penting pula mempersiapkannya dengan berbagai pola pendidikan yang mampu membangun karakter bangsa positif di kalangan mahasiswa, apalagi di era globalisasi ini. Peran dan fungsi karakter dari mahasiswa menjadi sebuah kekuatan. Tanpa karakter, niscaya generasi masa depan bangsa ini tidak hanya akan terpuruk dalam persaingan global, melainkan akan kian melemahkan masa depan kebangsaan Indonesia. 

Badan Legislatif Mahasiswa Terkesan Miskin Fungsi

Lembaga mahasiswa berlabel legislatif mahasiswa di kampus manapun, diakui atau tidak mempunyai kesan miskin fungsi. Bahkan cenderung hanya dijadikan formalitas pelengkap keberadaan lembaga kemahasiswaan. Nama lembaga legislatif mahasiswa cenderung tenggelam oleh glamor lembaga eksekutif mahasiswa. Sangat dimaklumi mengingat peran-peran eksekutif mahasiswa terkesan lebih menyentuh langsung kepada mahasiswa, sedangkan peran legislatif mahasiswa terkesan menjalankan peran legislasif yang berkutat  pada pembuatan regulasi semata.
Lebih memprihatinkan lagi, ada kesan bahwa fungsi lembaga legislatif mahasiswa hanya berperan secara temporal ketika membuat regulasi ketika Ospek, Pemilu Mahasiswa, dan kongres mahasiswa di akhir kepengurusan eksekutif mahasiswa. Hal tersebut ternyata tidak hanya menjangkit di tataran kekampusan, namun juga terakumulasikan secara nasional bahwa lembaga legislatif mahasiswa miskin fungsi, tak terdengar kiprah dan gaungnya dibandingkan dengan lembaga eksekutif mahasiswa di tataran nasional seperti BEM se-Indonesia (BEM SI), maupun BEM Nusantara sebagai forum perkumpulan lembaga-lembaga eksekutif nasional baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Lantas, Bagaimana Seharusnya Badan Legislatif Mahasiswa Berperan?

Menilik sejarahnya, gerakan mahasiswa intra kampus memang mengalami pasang surut. Dari mulai adanya Senat Mahasiswa di era Orde Lama, Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di era Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Dewan Mahasiswa masa Orde Baru, hingga era reformasi dengan keberadaan lembaga kemahasiswaan yang lebih fleksibel dan representatif dan demokratis. Dalam era-era tersebut pun, kesemuanya memiliki tipe maupun fluktuasi gerakan masing-masing, sebagaimana hukum sejarah bahwa tiap masa membawa kisahnya masing-masing.

Kita mengetahui seorang Arif Rahman Hakim, maupun Soe Hok Gie pada zamannya telah menorehkan tinta emas sebagai penumbang rezim Orde Lama dengan Senat Mahasiswanya di tahun 1965. Dewan Mahasiswa mencuat ketika Hariman Siregar dan Kawan-kawan memimpin gerakan radikal yang berujung pada peristiwa Malari di tahun 1974. Sehingga, selanjutnya pemerintahan Orde Baru menerapkan Normalisaasi Kehidupan Kampus dengan membentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan untuk mewadahi aktivitas kemahasiswaan yang cenderung diperlakukan secara represif. Tak aneh jika pada masa sesudah Malari, gerakan mahasiswa intra kampus terkesan tiarap bahkan mati suri.

Pada masa-masa akhir rezim orde baru, Senat Mahasiswa dari berbagai kampus kembali menggeliat seiring kondisi bangsa yang telah akut, dan pada akhirnya memuncak titik ekskalasinya pada tahun 1998 dengan menumbangkan rezim Orde Baru. Sesudahnya, reformasi nasional berimbas pula pada reformasi kelembagaan kemahasiswaan, dengan konsep student government yang cenderung bebas dari cengkraman kekuasaan pemerintah seiring era demokratisasi, dan sepertinya representatif sekali bagi pembelajaran politik bagi mahasiswa. 

Namun hal tersebut ironisnya justru cenderung menjadikan keberadaan lembaga-lembaga kemahasiswaan mengalami kontraproduksi dan menjadi semacam pelengkap saja keberadaanya di sebuah kampus. Lembaga legislatif yang seharusnya menjalankan fungsi check and balance terhadap lembaga eksekutif mahasiswa, terkesan makin miskin fungsi. Hal ini semakin terpuruk dengan minimnya minat mahasiswa untuk berkiprah di lembaga legislatif mahasiswa.

Padahal jika merunut pada fungsinya, signifikansi lembaga legislatif mahasiswa sebenarnya sangatlah tinggi, terutama dalam menjaga ritme pergerakan mahasiswa, terlebih disaat seperti sekarang yang tengah menggejala kelesuan gerakan mahasiswa intra kampus. Lembaga legislatif mahasiswa memegang kunci regulasi tatanan kemahasiswaan, sehingga seharusnya dinamisasi mahasiswa yang nantinya direpresentasikan dalam gerakan eksekutrif mahasiswa tetap terjaga.

Tidak seharusnya kelesuan dan kemandulan eksekutif mahasiswa dalam memperlihatkan taringnya entah dihadapan birokrat kampus maupun pemerintahan negara terjadi. Lembaga legislatif seharusnya bisa mencarikan treatment-nya, yaitu dengan melakukan preassure sebagai representasi aspirasi suara mahasiswa dan merekomendasikannya kepada eksekutif mahasiswa sebagai eksekutornya.

Peran sebagai watch dog dan sparing partner bagi eksekutif mahasiswa inilah yang sepertinya jarang dilakuakan oleh lembaga legislatif mahasiswa. Hal ini semakin diperparah dengan minimnya mereka menyerap aspirasi dari konstituen mahasiswa yang diwakilinya di tataran bawah. Saat ini yang terjadi kebanyakan dari kedua lembaga itu terkesan sama saja. Terlebih ketika dihadapkan pada realitas bahwa kedua lembaga tersebut tak jarang dikuasai oleh elemen pergerakan mahasiswa yang sama ideologi dan garis politiknya, maka makin matilah dinamisasi kelembagaan mahasiswa, utamanya lembaga legislatifnya.

Pada akhirnya, memang sangat perlu penjagaan ritme dan dinamisasi pergerakan mahasiswa, mengingat ruh dan kekuatan mahasiswa yang begitu dinantikan bangsa hanya akan terlihat ketika ada sebuah dinamisasi dan pergerakan. Tanpa itu semua, tentunya mahasiswa hanya akan berkutat pada wacana tanpa aksi nyata. Dan peran strategis tersebut harus segera dimainkan oleh setiap lembaga legislatif mahasiswa yang ada.[]

Oleh: Dewiyana

Komentar

Postingan Populer