Setitik Embun Di Kota Erotis
Kapan?
Ingin ku ajak kau menikmati sore ini,
menikmati cipratan senja yang berjatuhan di atas deburan air. Menikmati matahari yang kiranya waktu ini dapat
meneduhkan kita sebelum ia tenggelam. Bercengkrama berteman luberan rasa manis
jagung rebus, lalu kau tawarkan aku secontong es krim. Ketika mulutku baru akan
berucap rasa vanila, tanpa sengaja kau sudah memberiku lebih dulu. Aku cukup tersipu.
Kau berkata, vanila itu hanya terlihat plain diluarnya saja tapi rasanya… cukup
berwarna. Aku tersenyum dengan joke-mu
yang sedikit berbau gombal itu. Lantas mata kita tetap sama-sama memandang
lepas ke pantai tanpa satu titik tertuju. Hembusan angin pelan-pelan menyapu
pipi kita lembut.
Aku bisa bercerita lepas dan kau
mendengarnya dengan santun. Kemudian tiba saat kau bercerita. Sebaliknya, yang
aku lakukan sama. Saat suasana tidak ada gelak tawa, kau tetap menggenggam
jemariku erat. Begitu juga saat suasana bertabur canda, kau mengelus pipiku mesra.
Sesekali kau daratkan ciuman di keningku. Andai aku berani, aku akan mengajakmu
melakukan hal ini. Bersama kamu, kamu yang aku mau.
Melakukan kebiasaanku, bercengkrama dengan
alam yang cukup membuat pikiranku merasa sangat puas.
Tapi, kapan aku berani?
Mungkin setelah bisa ku panggil kau, dengan
sebutan pa-pa.
Kapan?
[rasa di sore hari, 30-12-12,16:10]
***
Setitik Embun Di Kota Erotis
Dimana-mana ingin merayakannya, tahun
baru mereka menyebutnya. Dimana-mana terdengar saling membicarakan tentang
resolusi. Sebenarnya aku juga sama, ingin punya resolusi. Tapi, aku malu jika
orang-orang mengetahui apa resolusiku tahun depan yang tinggal sehari lagi.
Semuanya pada ribut liburan, paling tidak mereka selalu mengagendakan
jalan-jalan keliling kota. Bersorak-sorak ria menyambut tahun baru. Lidahku bertambah
kelu melihatnya. Mataku semakin sayu. Seperti tidak tahu apa yang harus aku
lakukan. Yang pasti aku ingin lebih menyanyangi semuanya. Manusia-manusia itu,
hewan-hewan yang sempat ku temui dan menebar cinta di ladang hijau.
Suasana kamar ini menurutku paling
nyaman dan membuatku tidak merasa minder soal tahun baru. Disini, biasa ku habiskan
malam, walau bukan malam-malam tahun baru. Menciptakan pagi sendiri. Dengan satu kasur, satu bantal,
satu guling, satu meja dengan tumpukan buku-bukunya, satu mukenah, satu
sajadah, satu televisi yang tetap tidak pernah dinyalakan, dan satu kipas angin
yang kerap membuat perutku berbunyi “bung..bung.”
Aku sangat mensyukurinya.
Aku, ingin tahun depan bisa jadi
perempuan yang lebih dekat lagi dan lagi dengan Allah. Ini resolusi utamaku. Menjadi
seorang muslimah yang taat, sabar juga syukur. Teringat kata-kata dari Vannya, murid les-ku yang
sekolah di SD Muhammadiyah Pucang.
“Kak Nina punya teman-teman yang
sabar ya?”
“Haa? Kenapa Vannya?”
“Kok kak Nina orangnya sabaaaar
banget, nge-lesin aku Matematika aja kakak ga pernah sekalipun bentak aku. Padahal
aku cerewet banget, pemalas juga.”
Senyumku tersungging, “ngapain mesti
marah sayang, kan kakak udah bilang bahwa di dunia ini tidak ada orang bodoh. Jika
kita tidak bisa, mungkin karena memang kita yang belum berusaha untuk bisa.”
Aku mengacak-acak rambut keritingnya,
hingga dia ikut tersenyum juga.
***
Aku menyibakkan korden di jendela
yang berukuran 50 cm x 150 cm ini, mataku menerawang ke luar rumah. Masih sama.
Surabaya selalu menyuguhkan suasana malam yang cukup erotis. Kepulan asap
kendaraan, asap rokok, bunyi jedar-jedor club
malam, pedagang terompet yang berjajar rapi, gemerlap mall di bahu jalan, macet kendaraan, kerlang-kerling cahaya lampu
taman dan suara bising pernik kota. Sudah sangat akrab.
Jika teman-teman lain mempunyai
resolusi yang teramat tinggi, sebenarnya sama, aku ingin juga. Ingin ke luar
negeri, ingin jadi mawapres. Ah… tapi yang pasti itu bukan yang utama. Aku sedikit
minder dengan bahasan seperti itu. Mungkin bahasa bekennya ‘gak pede’. Tapi di
kamar ini, tanpa harus merasa minder atau malu. Aku bisa jadi diriku sendiri
dan bebas berekspresi.
Selanjutnya, aku ingin menjadi orang
yang selalu jujur dalam bertindak. Tulus dalam memberi. Juga konsisten dalam mengerjakan
amanah yang akan, maupun yang sudah dilimpahkan. Amiin.
And then…
Tahun 2013 ini aku juga ingin menjadi
seorang cewek yang pinter masak.
Yuhuu, perempuan pinter masak tetaplah berkharisma dibanding perempuan berduit tapi ga bisa masak.
Secuil resolusi kecil yang ditanam,
dibiasakan juga dikembangkan. Sejatinya, setiap manusia selalu ingin berubah
lebih baik dari tahun sebelumnya. Sama hal-nya dengan seorang Nina, hanya setitik embun di kota erotis. Ya Allah
selalu dekap aku dalam cinta-Mu. Aku tidak bisa melakukan ini sendiri, aku
terlalu lemah.
(Hanya) kepada Engkaulah
kami menyembah, dan (hanya) kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (Al Fatihah:5)
Aku tahu, resolusi ini bisa dibilang
biasa jika dibandingkan resolusi teman-teman. Ku kira, apalah artinya resolusi
jika tidak ada langkah nyata. It’s zero
not hero. Aku berharap resolusi ini mulia, seperti niat tulus yang selalu
terpasung di hati dan jiwa seorang ksatria Airlangga!
Happy New Year 2013, sukses untukmu.
[31-12-12, 00:30]
Komentar
Posting Komentar