Tempat Berteduh


Semula, aku cukup sebal dengan hujan sore ini. Semula, aku cukup sesak dengan sikap orang-orang tua di dalam bemo itu. Umur sekian, melihat anak seumuranku masih saja tidak mau mengalah. Anak? Ya, akan ku sebut anak jika dibandingkan dengan umur mereka yang rata-rata sudah 40 tahun ke atas. Bokongnya pada lengket-lengket di jajaran kursi paling dalam.

Bangku panjang 7 kan? Bangku pendek 5. Badannya juga rata-rata tidak gendut. Geser dikit kenapa.

Lagi-lagi, aku menyibakkan rokku ke lipatan paha, lagi-lagi dudukku miring dengan posisi nggak nyaman sama sekali. Lagi-lagi aku harus memejamkan mata saat motor terlintas di samping bemo dan meninggalkan genjrotannya di sekujur tubuhku. Dan, lagi-lagi aku mengepalkan tangan untuk sedikit mengurangi rasa menggigil. Mereka yang di dalam situ, pura-pura tidak melihatku yang sudah basah kuyup terkungkung di pintu masuk bemo. Aku terdesak ke kanan, terdesak ke kiri. Terciprat dari luar, tertetesi dari atap. Basah sepatuku mulai meresap ke kaus kakiku, basah kaus kakiku turut meresap ke kulit kakiku. Aku begitu kedinginan.

Aku berkedip kembali, menanti satu manusia turun. Karena dengan begitu, aku akan bisa mencari tempat duduk yang lebih dalam lagi dan tidak akan terkena genjrotan dari luar.
Tapi jarak sudah dekat. Aku menghentikan pengharapan. Turun dan segera berganti bemo untuk perjalanan selanjutnya.

Lama dinanti, seperti reda hujan ini. Nafasku sedikit meninggi saat aku berteduh di pinggir ramai kota. Penantianku, ditemani oleh banyak rinai yang ku rasa tanpa celah. Hujan bertambah lebat.

“Mbak, silahkan duduk.”

Aku menoleh.

Pelukis kanvas itu menyodorkan kursi plastiknya saat aku mulai menyilangkan kedua lenganku di dada.

“Oh iya pak, terima kasih.”

“Nunggu bemo apa mbak?”

“RT pak, arah Rungkut.”

“Oh..”

Bapak-bapak itu melanjutkan lukisannya. Aku melihat beberapa asistennya sedang membuat kerangka pigora. Kursi plastik yang aku duduki ternyata tetap membuat badanku menggigil. Lama datangnya bemo, seakan tak membuatku resah. Karena, aku merasa nyaman saat menunggunya.

Mungkin karena, tempat berteduh ini. Yang diberikan dengan hati yang ramah.

Hmm, walau tak ramah pun aku cukup senang saat menemukan tempat yang cocok untuk berteduh. Hujan deras tak pernah berpikir keras untuk tetap menghujani. Aku rasa, memang ini yang aku butuhkan dengan kondisi seperti ini.

Tempat berteduh! Berteduh dari hujan, atau pun berteduh dari hantaman kekesalan. Yang dapat membuatku merasa nyaman, disaat suasana hati sedang tidak karuan.

Lalu, apa kamu mau menyediakan tempat berteduh untukku?  

Walau hanya sekedar tatapan, untaian, atau kepastian.

Itu juga disebut sebagai tempat berteduh, bukan?



Komentar

Postingan Populer