Kartini Masa Kini, Menjaga, Melakukan dan Melayani


Hari ini merupakan Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April setiap tahunnya di Indonesia. Dari kemarin, saya sudah melihat hampir setiap sekolah Taman Kanak-Kanak hingga tingkat dasar memeriahkannya dengan mengadakan karnaval bersama. Tidak hanya itu beberapa media pun juga tak kalah penting meliput momen-momen yang berhubungan dengan kewanitaan di berbagai mall ternama di Surabaya. Mulai dari seminar, talk-show, fashion show, acara demo masak, bincang politik bersama anggota DPR wanita sampai acara-acara kesehatan yang bertajuk kewanitaan.

Sekilas Tentang Sosok
Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink yaitu Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara. Ringkasnya, Kartini dikenalkan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita, feminisme, sosialisme dan nasionalisme.
Salah satu hal yang memberikan kesan mendalam pada beliau (red. Kartini) adalah ketika membaca tafsir Surat Al-Baqarah. Dari situlah tercetus kata-kata beliau dalam bahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht. Dari petikan firman Allah SWT yaitu Minadz Dzulumaati Ilan Nuur yang terdapat dalam Surat Al Baqarah ayat 257. Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911. Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich tersebut. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922). Oleh Armijn Pane, ungkapan itu diterjemahkan dalam bahasa Melayu atau Indonesia.
Dalam artikel di Jurnal Islami (INSISTS) Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang. Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.
Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan). Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,” begitu kata Rohana Kudus.
Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan Kartini tidak terlepas dari peran Belanda karena masuknya nama Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon. Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara. “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.” Simpul guru besar UI tersebut.

Lantas, bagaimana Kartini diartikan dalam konteks kekinian?

Harus Mampu Menjaga
Wanita sekarang harus mampu menjaga!
Menjaga apapun yang sudah menjadi kewajibannya. Yang pertama menjaga iman. Jika  sudah menjaga imannya, maka ia juga akan menjaga harga diri dan kehormatannya. Menjaga nama baik diri sendiri maupun nama baik keluarga, institusi maupun tempat dimana ia mengabdi. Berpegang teguh pada ajaran agama untuk keselamatan hidupnya. Setelah menjaga iman, maka seorang kartini masa kini harus mampu menjaga kebugaran dan kesehatan jasmani. Harus tangguh, kuat fisik dan mental. Karena dengan keadaan jasmani yang sehat maka dapat dijadikan sebagai modal untuk pergerakan dan perubahan. Yang ketiga menjaga hati. Dalamnya lautan bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang tahu. Cerminan sikap dan laku seseorang adalah cerminan dari hatinya. Jadi seorang kartini masa kini tidak boleh mempunyai penyakit hati yang dapat merusak ritme kehidupan. Tentunya, hati yang baik merupakan dambaan setiap manusia, tidak peduli tahta dan kasta.   

Harus Mampu Melakukan
Do it, Do the Best, Do Always!
Lakukan yang memang harus dilakukan. Jangan diam, jangan hanya berkomentar. Regulasi di Indonesia sudah banyak yang sudah mendukung peran serta wanita dalam setiap perubahannya. Negara sudah membuka peran selebar-lebarnya agar seorang wanita dapat masuk ke sebuah sistem. Salah satunya bidang pendidikan. Dunia pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor yang paling penting menurut saya adalah tenaga pendidik, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan hal-hal yang terkait pada pribadi seorang pendidik, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai contoh untuk diteladani serta dijadikan bahan referensi. Nah! Oleh karena itu wanita harus bisa menjadi guru dan suri tauladan yang baik agar dapat mencetak anak didik berkualitas dan pendidikan bermutu yang tidak hanya di dapatkan di kota-kota besar namun juga diseluruh pelosok nusantara.  Agar harapan pejuang kemerdekaan RA Kartini untuk mencerdaskan bangsa Indonesia terwujud secara merata.
Sejatinya, perubahan itu tidak selalu diartikan dengan hal-hal besar yang nyata. Pandai-pandailah mempunyai inisiatif untuk melakukan sesuatu hal, meskipun itu hanya sebatas hal kecil. Karena di dunia ini tidak ada orang besar yang tidak melakukan hal-hal kecil di sekitarnya untuk perubahan yang lebih baik. Kita harus berbangga bila wanita-wanita kita lebih hebat tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.

If we don’t change, we don’t grow.
If we don’t grow, we are not really living.
Growth demands a temporary surrender of security.
(Gail Sheehy)

Harus Mampu Melayani
Layani Sepenuh Hati!
Islam tidak melarang wanita bekerja jika sesuai dengan kemampuan dan kodratnya masing-masing serta bersifat halal. Seorang kartini masa kini harus mampu menciptakan rasa aman dan nyaman bagi orang-orang yang ada disekitarnya. Wanita bukan makhluk Tuhan yang rendah. Kaum wanita memiliki hak dan kewajibannya yang sama seperti kaum pria pada umumnya. Dan wanita juga wajib bisa menjaga serta menjalankan kodratnya yang sebenarnya, pada intinya kaum wanita bukanlah kaum yang lemah dan bukan berarti wanita tidak bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat.  
Jadi wanita tidak bisa sewenang-wenang lepas dari tanggung jawabnya sebagai kodrat wanita. Wanita diciptakan untuk menjadi cikal bakal seorang ibu dan sebagai istri atas tanggung jawabnya terhadap suaminya. Sebagai wakil pemimpin dalam rumah tangga wanita harus bisa melayani persoalan-persolan rumah tangga sampai persolan keseharian dalam kehidupan sekalipun. Wanita harus menjadi contoh yang baik untuk keturunannya. Dari sinilah pelayanan wanita itu dinilai begitu berarti.

*Tulisan ini dibuat untuk kartini-kartini FKM UA yang membanggakan
Dewiyana,
Ketua Komisi II Produk Hukum Legislatif FKM UA

Komentar

Postingan Populer