Metamorlove



Bukan hati yang meminta dijatuhkan cintanya. Ia hanya lempeng yang tersemaikan benih cinta. Gaya gravitasi pun mampu menempatkan cinta di sudut hati yang terdalam. Lantas ia mengalir jika ada kekuatan yang mendorongnya, terlebih jika cinta diberi sengatan yang cukup menghidupkan. Namun dapat pula tergenang, nampak begitu tenang, padahal ia amat mencekam. Karena hati tak lebih keras dari agar-agar, ia lunak. Bahkan selunak bubur. Dapat melebur, meluber dan hancur walau belum pernah terbentur.



- Metamorlove… tentang kepatahhatian yang sedikit butuh perhatian-




Sinopsis:
Cerita ini masih berkisah tentang cinta. Persoalan universal yang dinikmati berbagai kalangan. Cerita ini dibuat untuk mengikuti kompetisi bergengsi yang diadakan oleh PT.Rohto Indonesia yang bertemakan cerita cinta remaja. Berbagai gejolak jiwa dan antologi rasa dapat digambarkan secara runtut dengan mengandalkan kekuatan detail sebagai penopang cerita. Semoga membawa kebermanfaatan dan keberuntungan. Amin.... 

Salah satu cuplikan ending cerita:


Mungkin juga ini adalah cara lelakinya mencintai dan memuliakan wanita sepertinya. Di sudut hati terdalamnya ia mencerca sesuatu bahwa keputusan belum berarti kepastian, tetap ada sedikit harapan untuknya menggembungkan senyum. Tetap ada harapan yang menyembul di hatinya walau seperti siluet, ilusi. Ia berdoa bahwa ini bukan akhir cerita cintanya. Tuhan tak mungkin tega menyakiti hati suci yang mulai terbiasa menanti.



Empat tahun kemudian.



Perempuan itu bukan lagi remaja, ia gadis belia yang cukup dewasa dan tumbuh disegani. Ijazah sarjana sudah didapatkannya dari Universitas paling terkemuka di negeri ini. Lulus dengan predikat Summa Cum Laud[4]. Ucapan selamat dari tetangga kanan kiri seakan menyelimuti tiada henti. Hatinya mampu mengembang lagi, setelah sekian lama mempu membalut luka sendiri dengan pesan bijak orang-orang terkasih. Pesan dan ucapan terima kasih banyak diterimanya melalui inbox e-mail atau telpon cerdasnya yang tak berhenti berdering. Sesaat ia menghimpun kebahagiaan ini. Jantungnya berdegup lagi. Ia merasakan hal yang sama setelah setengah dekade pertanda itu muncul mengenalkan diri.



“Assalamu’alaikum…” terdengar sayup suara salam dari luar pintu. Ia bergegas dan meminta ijin ke bundanya untuk membukanya.




Klek.

Matanya terbelalak.



Will you marry me?



Semburat senja belum sepenuhnya merata, sore hari ini menghadirkan mata coklat yang baginya cukup berbinar. Masih sama seperti dulu, desau angin masih menjadi suara pengiring paling indah yang membersamainya. Masih sama seperti janjinya, akan merekam detik ini dengan sebaik-baiknya, seluruh jiwa raganya. Ia hanya makhluk Tuhan yang sama, memiliki cinta yang sedang jatuh cinta.



Keremajaanya, tak memberikan ruang kecewa sedikit di hatinya. Sehingga ruang itu meluap, murka ke seluruh fasa. Waktu tidak akan mengkhianati prosesnya. Mungkin, ini adalah cara mencintai yang belum ia kenal. Sehingga ia tampak seperti menyulam ribuan benang, berharap menjadi seenggok kain yang tak pernah berbentuk. Hanya menjadi gumpalan-gumpalan harapan yang terkadang berbalut tangisan. Padahal sedu sedannya, bukan akhir dari cerita cintanya.



Kini ia menyadari, bahwa kepatahhataian itu sedikit mebutuhkan perhatian, berupa kesabaran.



Matanya mengerling bahagia.



Di depan purnama, ia membenarkan degup jantungnya.
 



Komentar

Postingan Populer