Pulang
Perempuan itu baru saja pergi dari meja kerjanya
beberapa detik yang lalu. Dengan tas ransel dan satu tempat minum dengan air
yang tinggal setengah, dia menuju pulang dengan cepat. Baru kali ini ia
terlihat sangat tergesa-gesa, baru kali ini perempuan dengan kepribadian sangat disiplin itu pulang
sebelum waktunya. Tak banyak kata yang keluar selama dia berjalan ke area parkir.
Tidak banyak senyum yang dia lemparkan, ke OB atau satpam kantor sekalipun.
Tanpa bahasa, terjaga sema-mata karena ada bunyi
yang tak bisa berbunyi. Kalau-kalau saja tidak ada sesuatu yang menyebabkan bunyi
itu tidak berbunyi, tapi sesutu itu apa. Pikirannya tak mau diajak bergulat, namun kekesalannya
terbungkam seketika melihat keadaan langit yang tampak menguning.
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Dia
menoleh ke arah taman kecil belakang rentetan sepeda. Daun-daun itu mulai mengering,
tak satu pun embun hinggap di tubuhnya. Meski saat ini bukan pagi. Dia merasa mengeringnya
daun itu karena keadaan yang terlalu acuh dengan kehidupannya. Dia pun
memberikan semua air dalam botolnya kepada mereka sebelum akhirnya dia berlalu pulang.
Langit mulai memerah, dia memastikan kembali bahwa
tasnya, sepatu kerjanya dan botol minumnya sudah tertata dalam keranjang sepeda
dengan aman. Dia mengusahakan pasti agar barang-barangnya tidak goyah walaupun
jalan pulang tidak semulus lantai plaza atau pedestrian kota. Terakhir, matanya
memandang ke atas dan meyakini bahwa langit akan baik-baik saja. Tidak ada
gerimis menyentuh kulit, tidak ada suara petir menyapa telinga, tidak ada
rangkaian kilat mengusik mata. Tidak, tidak akan ada.
Lihat saja, langit semakin bagus. Bentangnya menguning, lalu
memerah. Di batas ini yang masih dapat terlihat dengan bola mata coklatnya. Di
batas lain. Warna merah itu akan bertemu warna biru. Dibatas lain warna merah
itu akan bertemu dengan warna hitam. Di batas lain langit itu akan bertemu
dengan warna hijau. Dia menikmati perjalanan ini. Walaupun kayuhan sepedanya
mulai terlihat kencang. Tapi warna langit mampu mengamankannya.
Pulang. Kata ini baginya memiliki arti yang sangat
kompleks. Pulang adalah kata yang paling tepat menggambarkan keadaan seseorang
yang sudah lelah. Pulang pun merupakan kata yang paling syarat dengan keadaan
tubuh yang sudah payah. Pulang dapat difungsikan sebagai suatu predikat yang
artinya kembali kepada, kembali ke atau kembali dan tak kembali. Pulang ke
rumah, pulang ke hadirat-Nya, pulang dari kerja, pulang dari atau pulang untuk.
Pulang juga bisa diartikan pergi. Pulang juga bisa
diartikan datang. Namun, pulangnya saat ini adalah pulang dari hal-hal yang
membuat dirinya sedikit rancu. Hanya sedikit, karena keyakinannya akan
keadaan langit sore ini masih utuh. Hujan tak akan setega itu menyapanya.
Cukup hujan di dalam hatinya saja. Jangan hujan di
luar. Karena jika itu terjadi, maka kita tak akan bisa membedakan, bahwa yang
membanjiri itu tangisnya kah?
Langit berubah warna, sementara masih sekitar
sepuluh menit lagi ke-pulang-annya selesai.
Tenaganya mulai dierahkan, dikayuhnya sepeda itu
dengan cepat, sangat cepat. Warna langit kali ini mulai sedikit mengganggu
kedamaiannya dalam pulang. Awan tak lagi nampak, warna kuning yang bertemu merah
itu. Kemana kah?
Atau di batas lain? Warna merah yang bertemu biru
itu apa masih bertemu? Warna merah yang bertemu hitam itu apa masih berbatas?
Warna merah yang bertemu hijau itu apa mulai berganti abu?
Sekalipun warna langit diatas kepalanya telah
berubah, ternyata cemburu di dadanya belum musnah.
Terkadang dia merasa lucu, cemburu dalam bunyi-bunyi yang tak bisa berbunyi. Kelabu. Sebagian orang menyebut cemburu itu peluru, sebagian orang menyebut "love without jealousy is never!"
Benar keduanya, tidak ada yang salah. Hanya hal ini terlihat lucu namun pilu. Realitanya begitu.
Terkadang dia merasa lucu, cemburu dalam bunyi-bunyi yang tak bisa berbunyi. Kelabu. Sebagian orang menyebut cemburu itu peluru, sebagian orang menyebut "love without jealousy is never!"
Benar keduanya, tidak ada yang salah. Hanya hal ini terlihat lucu namun pilu. Realitanya begitu.
Langit menggelap, air turun dari langit dan mulai
menyentil satu persatu. Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang telah
menyirami kalbu. Sejuk ini, mengantarkannya ke tempat pulang paling nyaman. Pelukan Ibu.
Kemudian, cemburunya berpulang.
"Dalam riuh suasana menyapa, kian menggoda memanja
Semua itu tak akan berarti selama ku jauh dari dirimu
Ku anganku waktu berlalu dengan senyummu
Sepi yang tlah penuhi hariku…
Hari ini sayang aku akan pulang, berlabuh di dekat cintamu.
Karena pelukmu akan selalu membuat diriku jatuh cinta"
(Andien-Pulang)
Komentar
Posting Komentar