Deadline



Aku melangkah menuju jalan setapak yang penuh rindang, namun aku tahu akan melewati kali yang keruh.

Hingga akhirnya aku memutuskan membuat jembatan, hingga akhirnya aku memutuskan membuat perahu yang lengkap dengan dayungnya, hingga akhirnya aku memutuskan untuk meminta teman pada Tuhan untuk menarik tanganku untuk melewatinya.

Hari ini, 4 Juni 2014. Telah lewat deadline BAB 5 yang seharusnya selesai kamu kerjakan bukan?

Setiap pagi alarmku di hapeku berbunyi, mulai tanggal 1, tanggal 2, tanggal 3 dan tadi pagi.

“BAB 5 harus sudah selesai…” katanya. Dia mengeluarkan bunyi berulang-ulang yang membuat kesadaranku disiksa benci.

“Kamu hanya benda mati, yang bisa diatur kapanpun dan berbunyi kapanpun.” Tandasku.

Aku melanjutkan langkah kakiku kembali melewati jalan setapak ini. Jalan setapak yang sudah hampir empat tahun aku lewati bersama berisik dedaunan pinggir jalan yang saling bergesek. Kataku, “apa angin sedang mengusikmu? Atau memberitahukanmu akan sebuah deadline, bahwa saat ini salah satu darimu harus jatuh. Ke tanah.”

Jika benar begitu, mungkin saat ini keadaanku sama denganmu. Angin akan senantiasa menjadi alarm pengingat untukmu jatuh dan menjatuhkanmu. Lantas kamu bergerak-gerak, mencoba menyentuh tubuh temanmu, kesamping kanan, ke samping kiri, kamu mengeluarkan bunyi berisik yang memuat kegelisahan. Kamu berharap bukan aku yang jatuh sekarang, tapi daun lain saja. Kamu mengetahui sebuah deadline yang membuat hatimu bergeliat, seluruh jiwamu bergejolak, menjerit dan meminta agar deadline hembusan angin berlalu melewati waktu itu.

Bahkan kamu tak bisa berpikir, kapan hembusan angin meniupmu kencang kembali? Menyibakkan deadline demi deadline, tanpa hirau ada terik mentari atau bersinarnya rembulan di pertengahan petang. Matamu bertatap nanar pada satu misteri. Deadline.

Kakiku terasa sedikit pegal, aku belum menyelesaikan jalan setapak ini. Walaupun aku sudah berpikir, akan membuat jembatan, atau mencari perahu lengkap dengan dayungnya, atau mencari uluran tangan Tuhan yang mampu dengan giras menarikku, untuk melewati kali yang keruh.

Aku berada dalam satu putaran. Deadline.

Kalau menghadapi deadline yang aku buat sendiri saja tubuhku mengerdil seperti ini,  apalagi menghadapi deadline yang telah ditentukan Tuhan, yang sejatinya aku, kamu dan kita tidak bisa menebaknya kapan.

Tuhan, jika sampai pada deadline hidupku akan menghadapmu, berikan kesejukan sebelum angin mengoyak tubuhku, sebelum angin memporak-porandakan ketangguhanku, sebelum angin menjadikanku terbang tanpa batas.

Jadikan datangnya kesejukan itu dengan cara-cara terbaik yang penuh ridho dan rahmat dariMu.

Aku akan pulang, dengan beragam deadline yang telah terbang.

Aku menangis. 

Melewati pohon rindang, dalam jalan setapak pulang di penghujung petang.





Komentar

Postingan Populer