Hey, Ini Bukan Kopi Darat!


Lalui waktu
Mengukir kisah
Terus berjalan
Temukan arah

Suka dan duka
Canda dan tawa
Iringi langkah
Hapuskan gundah

Ku temukan cinta
Ku temukan rasa
Ku temukan bahagia
Bersamamu

Hmmm… Sekilas, lagu ini memang terlihat biasa. Jika dibaca cepat pun tak ada bagus-bagusnya. Liriknya, jumlahnya, nadanya juga biasa. Hanya saja lagu ini sengaja tercipta. Lima tahun yang lalu, saat kita pernah duduk di kelas yang sama, menerima pelajaran dan tugas yang sama, nyanyi-nyanyi bersama di saat istirahat, bahkan sampai bolos bersama, kita pernah! Dan sayangnya aku tidak pernah sempat menyanyikan lagu ini untukmu, Aisyah.

Selama ini aku hanya bisa menerka-nerka. Hingga suatu ketika kita saling mengetahui bahwa kita punya perasaan yang sama. Saat setelah kita lulus SMA, berbeda tempat kuliah dan jarak ada diantara kita. Sepotong senyum itu, masih saja melekat awet di wajah ayu-mu. Saat kemarin, ku lihat kamu hadir pula dalam acara Halal Bihalal di SMA kita. Aku memandangimu dari jauh. Tapi jangan bohong! Ku lihat kamu juga memandangiku. Walau posisiku di antara jubelan anak-anak kelas yang semburat.
Ada sepasang mata yang juga senyap-senyap menyelinap ke arah dimana aku berdiri. Itu kamu. Debur gugup di jantung ini pasti berhasil kau baca. Oke, aku mengalah. Aku menghampirimu perlahan dan aku akan beranikan untuk sekedar ngobrol, say hello atau mencium gelagat bicaramu untuk mengetahui kamu dalam keadaan single atau tidak. Mungkin terlihat konyol, disaat kita sudah sama-sama akan mendapat gelar sarjana. Aku masih saja begini, selalu tidak pernah berani.

---

Pada pertemuan itu, ku lihat kamu lebih banyak diam. Entah sudah tidak ada lagi yang mau dibicarakan atau akunya yang tampak terlalu membosankan. Atau, kamu malu lantaran kamu juga masih menyimpan perasaan yang sama? 

HAH????

ERRRR…. Sialnya, aku masih berharap kamu memberi perasaan yang sama. Yang selalu tampak dari cahaya sepasang matamu yang tidak pernah habis berbinar. Tapi siapa aku? Posisiku sekarang mungkin bisa dibilang orang lain. Jika diungkapkan saat ini pun lagaknya juga percuma. Gaya bicaramu sudah nampak tak sama dengan yang ku kenal waktu SMA dulu. Ah! Sampai sekarang pun kiranya kamu masih sosok yang loveable buatku. Saat ku bicara, sedikit-sedikit kamu menoleh, berusaha kabur dari tatapan kita yang saling beradu. Seolah ada sesuatu yang kamu takutkan. Kamu tidak tenang seperti aku yang sangat menikmati pertemuan kita ini. Tapi jangan khawatir, aku tetap berusaha mengimbangimu. Sesekali, aku sedikit kecewa dengan pertanyaanmu yang terlihat sangat tidak penting. Kau berbeda.

Hey, ini bukan kopi darat! Jadi jangan biarkan perasaan ini berkarat.

---

Ku dengar kamu sudah bersamanya. Ternyata kakak kelas kita itu rupanya yang menjadi lelaki paling beruntung. Terpaksa, aku harus berbalik arah. Menyapa teman-teman lain dan saling bertanya kabar mereka satu persatu. Tentang proses wisudanya, mau melamar kerja dimana, atau mungkin ada yang berkeinginan menikah sebelum lulus sarjana?

Ha?
Kenapa?
Aku bodoh?

Atau mungkin ini adalah waktu yang pas untuk menyanyikan lagu ciptaanku yang aku buat untukmu? Yang selama ini belum sempat ku nyanyikan. Biar semua teman-teman di acara ini tau? Atau bagaimana???

Badanku seolah tertindih oleh langit yang begitu besar itu. Asal kau tahu, meski begitu aku tetap memiliki perasaan yang sama. Hingga sekarang. Hingga ku dengar bahwa kau sudah tak lagi sendiri.

Bukan salahmu jika ini tak sesuai harapan. Mungkin aku yang terlalu lama dan akhirnya… aku kalah langkah! Hohh! Aku terlalu takut akan perasaan hati yang selalu menebak-nebak.

---

Banyak yang bilang, pacarmu itu lelaki super perfect! Dia ganteng, tubuhnya ideal, gagah, keluarganya juga dari orang berada, dan dia juga pintar. Termasuk pintar mengambil celah saat ku jengah.  Tapi, asal kau tahu. Aku lebih romantis daripada pacarmu yang kuliahnya satu daerah denganku itu. Aku lebih bisa membuatmu sering tertawa, aku yakin bisa membahagiakanmu. Dengan tanggung jawabku, perhatianku, gayaku yang kocak atau dengan suaraku yang cukup indah ini? Daripada pacarmu yang kaku itu. Aku lebih bisa.

Tahukah kamu?

Malam ini pekat sekali. Aku berdiri di dekat jendela kamar yang terbuka lebar. Rasanya sepi sudah mampu diremukkan oleh bayang-bayangmu. Aku berbalik arah tak mau kalah. Ku buka laptop berwarna abu-abu ini, ku biarkan untuk beradu memori denganmu dulu. Ku buka lagi folder album SMA kita. Kutamati satu persatu dengan perlahan. Aku tersenyum tipis. Kedua mataku seperti kemasukan debu, mungkin aku kelilipan. Apalagi, saat melihat senyum seperti sepotong senja pada gambar-gambar itu. Waktu seperti memangkas, cepat. Aku terhelak, yang kemudian tetap mendamba. 

Hehehe… muka kita berdua masih sangat belia. Sama-sama imut dan lugu.
Seketika itu lampu kamar mati, listrik padam. Tapi laptop-ku masih tetap menyala. Pikiranku tersentak menyadarinya bahwa kini sudah tak lagi sama. Aku tidak bisa menganggapmu seperti Aisyah yang ku kenal dulu. 

Jika boleh, ku tunggu jandamu.. .


Cerita ini merupakan salah satu cerita pesanan seorang sahabat yang akan diberikan kepada seseorang. Ecieeh.. Sukses buat kamu ya.

Komentar

Postingan Populer