Surat untuk Perempuanku
Mama,
lama rasanya kita tak saling bercerita, lama rasanya kita tak saling tertawa,
menangis atau bersama-sama mengambil sebuah keputusan. Lama juga rasanya kau
tak mencicipi masakanku, atau sekedar bilang, “jangan terlalu banyak garam,
Ayahmu gak suka asin.” Lama rasanya kita tak saling membelai, memeluk atau
hanya sekedar memastikan -aku disampingmu.-
Lama
aku tak bercerita tentang perkembangan-perkembanganku, membuat guratan senyum
di wajahmu. Dan yang utama, yang dulu selalu ku dengar ini setiap kemanapun
akan pergi, “Mama selalu mendoakanmu, Nak. Selalu...”
Mama,
kini anakmu sedang berjuang. Aku tahu engkau pasti tahu. Sedu sedan ini memang
terkadang mengganggu, namun tak apa, terkadang aku memang perlu belajar suratan
takdir dari-Nya. Walaupun kini aku sangat merindukan segala kenangan yang
terpatri rapi dalam diam. Maafkan aku masih saja menangis, menangis sambil
menyebut namamu yang selalu ku redam dalam doa yang tak pernah padam.
Enam
bulan sudah semenjak kepergianmu, 14 Oktober lalu. Saat terakhir kali ku
genggam tanganmu, dan engkau pergi untuk selama-selamanya.
Surabaya, 14
April 2015
Komentar
Posting Komentar