Kalo Semua Jadi Enterpreneur, Lalu Yang Jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) Siapa?
Oleh: Dewiyana*
Pertanyaan ini
terlintas di benak saya sebenarnya sudah sekitar dua bulanan yang lalu. Semakin
menjadi ketika saya berbincang dengan
rekan Mas Arifi Menteri koordinator BEM UNAIR beberapa waktu lalu di mabes. Mungkin
hanya karena seringnya otak saya dijejali oleh wacana-wacana surat kabar
sehingga cukup menggelitik untuk ditulis. Apalagi sebagai mahasiswa tak jarang
saya menjumpai banyak sajian kompetisi yang akhir-akhir ini marak di Indonesia.
Maraknya Business Plan and Marketing Idea Competition, seolah-olah mencitrakan bahwa Indonesia akan mencetak puluhan bahkan mungkin ratusan pengusaha-pengusaha muda di tahun mendatang. Apalagi jika saya melihat ulasan Pak Dahlan Iskan menteri BUMN tentang Manufacturing Hope-nya, fokus beliau yang sedang digalakkan tahun ini adalah: “Kerja-Kerja-Kerja!” Salah satunya pada catatan beliau di jawa Pos pada Senin, 13 Januari lalu. Saat beliau sedang berada di Jambi dan menghadiri undangan diskusi dengan teman-teman aktivis dari KAMMI Jambi.
Pun, di Jawa Pos
sendiri sudah empat bulan ini setiap harinya selalu ditampilkan kisah-kisah
pengusaha muda yang sukses pada kolom Better
Generation. Mulai dari catatan dari guru besar bidang Ilmu manajemen dari Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia Bapak Rhenald Kasali. Sampai halaman berikutnya dari kolom tersebut yang selalu
memaparkan tentang ekonomi bisnis dari kisah sukses para pengusaha muda. Terlepas dari intrik politik didalamnya.
Tidak menutup
mata, sebagai orang Surabaya kerap kali saya menjumpai acara seminar tentang bagaimana caranya menjadi seorang pengusaha. Menurut agenda kota yang saya baca, hampir
setiap minggu dua kali diadakan seminar tentang bagaimana menjadi pengusaha
sukses dengan modal yang pas-pasan ataupun bahkan tanpa modal sekalipun. Bisa
kita lihat berbagai papan reklame dan agenda mall-mall besar di Surabaya. Pasti di setiap weekend selalu ada acara tentang seminar untuk menjadi seorang
pengusaha. Menariknya, seminar tersebut tidak dipungut biaya alias gratis. Wow! :)
Sebenarnya, itu
merupakan tujuan yang sangat bagus. Apalagi perekonomian di Indonesia juga
sudah menanjak naik. Semua rame-rame diajak untuk membuat sebuah Bussines Plan.
Terbukti dari
pak Dahlan Iskan yang mencontohkan salah satu proyek beliau “sapi-sawit”.
Kombinasi dari perkebunan sawit dan peternakan sapi yang katanya merupakan
salah satu solusi dari fakta tentang tingginya impor sapi di Indonesia. Hingga
kemudian beliau menantang teman-teman BUMN yang bergerak di perkebunan sawit
untuk bisa turut serta mengatasinya. Akhirnya timbullah kombinasi sapi-sawit
ini. Hubungannya terletak pada capacity manajemen dibalik kandang sapi.
Rencananya dari bussines plan yang
akan beliau buat ini akan dimatangkan lagi dalam pertemuan antar direksi PTPN
sawit seluruh Indonesia sebelum akhir bulan Februari. Targetnya 100.000 ekor
sapi bahkan lebih akan dibagikan diantara perkebunan sawit yang ada. Teknisnya,
akan dibuat sebuah kandang sapi praktis yang dapat dimanfaatkan secara besar-besaran.
Mulai dari kotoran sapi yang akan dimanfaatkan untuk biogas dan air kencing
sapi yang akan dijadikan pupuk organik. Dari pupuk tersebutlah yang akan
menyuburkan perkebunan sawit, meskipun beliau menambahkan bahwa ide ini masih
akan dikembangkan lagi.
Beliau
menuturkan ini hanyalah salah satu bentuk dari capacity manajemen di BUMN. Apakah sebuah BUMN sudah mencurahkan
segala kapasitasnya untuk kemajuan perusahaan milik negara ataukah malah
terbuang di “arena lain?" Karena arena lain mungkin hanya akan menggeser fokus
yang bertujuan untuk menyelesaikan salah satu persoalan bangsa. Itu adalah
salah satu contoh bussines plan yang akan di buat di jambi sebagai kota percontohan
dari proyek yang “sapi-sawit" yang akan berjalan.
Sedikit contoh
tentang aktivitas seorang menteri yang juga enterpreneur diatas kiranya sangat
menarik perhatian para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa untuk terus
berlomba-lomba menjadi seorang enterpreneur. Bagaimana tidak, mahasiswa selalu
kaya dengan ide-ide cemerlangnya, lalu ide-ide tersebut disalurkan pada sebuah
kompetisi yang menggiurkan dengan hadiah besar yang saya rasa itu cukup untuk
menunjang karir selanjutnya setelah mereka lulus dan menjadi seorang sarjana.
Pertanyaannya sekarang adalah, jika semua mahasiswa dididik habis-habisan
untuk menjadi seorang pengusaha, lalu siapa mahasiswa-mahasiswa dengan otak
cemerlang yang nantinya akan menjadi PNS? Bukankah jika semua yang cerdas-cerdas
diambil negara untuk menjadi seorang pengusaha lalu yang sisa hanya tinggal
yang biasa-biasa saja yang akan jadi PNS?
Padahal, jika
memang dilihat dari tujuannya yang sangat baik yaitu untuk memajukan bangsa.
Apakah yang akan dimajukan hanya dari segi perekomian saja? Sementara elemen
negara juga terdapat yang namanya Pegawai Negeri Sipil. Pegawai yang telah
memenuhi syarat yang telah diangkat dan bertujuan untuk mewujudkan Indonesia
yang aman dan damai. Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis dan
Indonesia yang sejahtera. Meskipun memang PNS dibagi menjadi dua, yaitu PNS
pusat dan daerah. Kapasitas PNS pasti sedikit banyak akan berpengaruh besar
terhadap kerja pemerintah pusat. Tentu sangat disayangkan apabila kapasitas PNS
yang kurang akan mengisi jabatan struktural dan fungsional negara. Maka
perubahan atau gerak kerja yang terjadi pun juga tidak akan semaksimal
kapasitasnya.
Itulah sebabnya
kadang efek banyaknya pengusaha muda nan hebat yang terlahir harus serta merta
di barengi dengan pertimbangan pemerataan kapasitas maksimal yang dibutuhkan
oleh bangsa.
Bukankah jika
ingin memperbaiki atau memajukan bangsa dimulai juga dari pondasi bagian mayoritas
dalam bangsa itu sendiri? Sementara juga kita lihat sekarang, banyak akademisi
yang menolak menjadi PNS dan memilih menjadi seorang akademisi independen.
Setidak menarik itukah label PNS bagi
lulusan sarjana sehingga semua menginginkan menjadi seorang pengusaha? Bahkan, jika menyimak berita, setiap tahun
tunjangan yang diberikan kepada PNS pasti selalu naik. Tapi memang kenyataanya iming-iming untuk menjadi seorang PNS
dirasa sudah tidak semenarik dulu. Teman-teman saya kuliahpun, banyak sekali
yang ketika ditanyai ingin menjadi apa jawaban mereka sama, “menjadi seorang
pengusaha."
Padahal logo
yang terdapat dalam seorang PNS tidak main-main, yaitu sebagai “Abdi Negara”.
Nah, secara tidak langsung kalau menjadi seorang abdi negara bukankah menjadi
seorang abdi juga bagi masyarakat. Jangan sampai PNS dengan akibat kapasitas
yang kurang bisa dipolitisi dengan cara monoloyalitas seperti pada masa orde
baru dulu. Pegawai Negeri Sipil malah dijadikan alat yang mempunyai kewajiban
sebagai abdi negara malah berbalik menjadi abdi penguasa.
Jika PNS menjadi
abdi penguasa maka akan mudah menjadi alat baru bagi kekuasaan pemerintah.
Semoga saja itu tidak terjadi di tahun-tahun yang akan datang meskipun banyak
pengusaha muda yang terlahir. Diharapkan PNS
sebagai unsur aparatur negara yang profesional dan netral dari pengaruh semua
golongan khususnya parpol. Itulah
sebabnya untuk menjaga netralitas tersebut seorang PNS juga dituntut
profesional dengan segala kapasitas yang dimilikinya.
Ayo, siapa mau
jadi PNS?
(*)Sekretaris Menteri Kebijakan Publik BEM UNAIR 2011; pemerhati masalah kebijakan pemerintah RI; Mahasiswi semester empat di Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR.
duh berat amat tulisannya, jd ngantuk...
BalasHapusHihi.. cuma gini doang, ini tulisan udah lama banget..
HapusAnonymous dg siapa ya? Salam kenal ^^
Hapus