Polemik Perpolitikan Kampus dan Pengaruhnya terhadap Kontribusi Mahasiswa 1

ini salah satu kajian internal ke-2 yang pernah saya buat. Mau baca...?
silahkan... saya mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, karena tidak dimaksudkan apa-apa kajian ini dilihat dari pandangan objektif saja. tidak ada yang dikurangi atau dilebihkan.
kajian ini dibuat untuk mencari solusi dari sebuah masalah negara tentunya tidak langsung saja, tapi melalui tahapan-tahapan kajian berikutnya. banyak pembanding dan pertimbangan yang dibuat untuk lebih perfecto lagi jadi tidak hanya ini saja. ini hanyalah satu dari yang terbuat, lainnya??? ada donk punya teman-teman saya.
karena saya staf jadi mau tidak mau harus buat kajian termasuk juga tugas bagi semua elemen yang ada di departemen kebijakan publik termasuk se-menterinya. kalo ada yang tidak jelas dan perlu ditanyakan tinggal coment dibawahnya saja. tidak usah sungkan, tidak usah repot. InsyaAllah saya akan layani tanggapan yang ada. toh, dilihat dari maksud dan tujuan dari pembuatan kajian ini yang sangat mulia.

butuh waktu lima hari untuk buat kajian ini. seharinya butuh waktu 3 jam khusus yang harus saya fokuskan untuk memandang komputer warnet setiap hari. entahlah, komputer tersebut mungkin jenuh lagi-lagi melihat wajah saya sepulang rapat di sekre hingga larut malam. lalu masih sempatnya memandang layar komputer berjam-jam dengan mata terkantuk-kantuk dengan otak keriting minta di rebonding. hehehe
kajian ini sengaja saya bagi menjadi 2 bagian. yang ini bagian ke-satu dan yang diatas ini bagian ke-dua.

ada banyak tulisan sebagai tindak lanjut dari kajian ini. tapi mungkin satu persatu dulu ya yang di post.. hehehe. maklum pekerjaannya tidak hanya ini saja
oke, nge-bacanya biasa aja, jangan sampe keringetan.

taraaaaaaa.....!

Polemik Perpolitikan Kampus dan Pengaruhnya terhadap Kontribusi Mahasiswa 1

Dunia kampus adalah dunia yang tak lepas dari sebuah dinamika. Dimana dinamika adalah bagian yang selalu bergerak dan mempunyai tenaga yang menggerakkan pula dan menghasilkan sebuah perubahan. Sesuatu yang bergerak atau menjadi objek perubahan disini adalah mahasiswa. Tentunya sebagaimana perguruan tinggi yang menjadi kepala adalah Rektorat yang bertugas untuk memimpin sebuah Universitas dan menentukan kebijakannya. Tapi dinamika yang terjadi di kampus seolah malah menjadikan sebuah polemik yang tidak diketahui akhir pemecahan masalahnya. Dalam membuat aturan atau mengkoordinasi suatu lembaga internal mahasiswa perlu diadakan sebuah Musyawarah Mahasiswa atau yang lebih dikenal dengan nama MUSMA. 
Pada tahun 2000 Konstitusi terbentuk dan semua Fakultas menyetujui konstitusi tersebut termasuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (baca: Fisip). Kemudian pada tahun 2009 diadakan Musyawarah Mahasiswa (MUSMA) untuk membuat sebuah konstitusi baru tetapi yang terjadi adalah deadlock alias tidak ada keputusan yang dapat diambil dan akhirnya kembali kepada konstitusi tahun 2000. Pada tahun 2010 terjadi MUSMA lagi yang diketuai oleh Danar selaku ketua Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM). Setelah melalui banyak berdebatan yang pelik lagi- lagi MUSMA tersebut berakhir deadlock dan dianggap konstitusi yang lama sudah dihapuskan dan tidak berlaku. Padahal menurut aturan hukum jika sebuah MUSMA tidak berhasil menghasilkan sebuah keputusan yang baru maka aturan yang lama tetap masih berlaku.

Sekarang DLM sendiri yang diketuai oleh Danar itu juga tidak ada kejelasan keberadaannya. Padahal perannya untuk membentuk sebuah Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Panitia Pengawas Pemilu belum menyelesaikan tugasnya dengan tuntas. Sebab, terbentuknya KPUM ini yang akan menjadi awal terlaksananya Pemilihan Raya (PEMIRA). Danar selaku ketua DLM dianggap sudah lepas tangan dan bersifat oportunis yang seolah dinilai subjektif dan memihak pada suatu kepentingan khusus. Selama tugas ini belum diselesaikan maka status Organisasi Mahasiswa (ORMAWA), khususnya DLM, akan menggantung. Meski begitu sekarang belum terbentuk dan ditetapkan sebuah kepengurusan baru jadi seharusnya kepengurusan DLM saat ini masih belum berakhir.

Dengan status yang belum berakhir ini, DLM masih berkesempatan menyelesaikan semuanya. Namun, isu yang beredar mengapa DLM tidak bisa menyelenggarakan PEMIRA selain karena Ketua DLM yang dianggap tidak mau tahu, adalah karena Rektorat yang tidak mendukung dan tidak bersedia memfasilitasi pendanaannya dengan dalih masa kepengurusan DLM yang sudah berakhir. Dalam hal ini BEM UNAIR yang tidak seharusnya mengurusi tentang pemira menjadi terpojok akan pergolakan ideologi yang dibungkus rapi ini.

Ditambah lagi berasal dari salah satu Fakultas yang tak patuh terhadap kebijakan yang dibuat oleh Rektor kemudian disusul oleh dua Fakultas yang mengeluarkan somasi yang sama, ternyata tak ayal membuat ke-11 Fakultas yang lain terkena imbasnya. Bermula dari Fisip yang menolak adanya eksistensi konstitusi mahasiswa kemudian disusul oleh Fakultas Hukum dan kini Fakultas Ilmu Budaya juga bertindak sama dengan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa fisip.

Putusan Rektor untuk mengeluarkan Peraturan Rektor Universitas Airlangga Nomor 07/H3/PR/2011 tentang Organisasi Kemahasiswaan di lingkungan Universitas Airlangga seolah menjadi putusan yang tak bijaksana dan belum cukup memecahkan masalah dinamika kampus yang sudah menjadi polemik. Polemik menurut bahasa berarti perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka dan tidak ada kejelasan akhirnya. Polemik ini terus merambah hingga kini berbaur halus menjadi sebuah konspirasi yang sangat besar.

Mulai dari konspirasi antara partai- partai politik yang melatar belakangi Organisasi Mahasiswa yang ada hingga Organisasi Ekstra kampus yang begitu gencar pula mengeluarkan rezim- rezimnya sebagai bentuk propaganda. Sebuah propaganda itu tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya. Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan fakta- fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional.

Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.

Sebuah gambaran umum yang tidak tampak secara eksplisit yang dapat penulis tangkap. Pihak Rektorat seolah mendukung adanya konspirasi besar yang mewarnai itu apalagi kita tahu bahwa Organisasi Mahasiswa itu tidak lepas dengan yang namanya partai politik. Begitu dan seterusnya hingga kini terjadi kembali. Peraturan Rektor yang dikeluarkan adalah bertujuan untuk mengatur adanya PEMIRA, Pemira merupakan sebuah akronim dari Pemilihan Raya. Sebuah Pemilihan Umum atau pemilu yang diadakan di Universitas Airlangga dalam pemilihan orang- orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Seperti Pemilihan Presiden BEM Universitas Airlangga.

Dulunya sistem pemira adalah one man one vote yaitu satu orang berhak atas satu suara. Tapi kini setelah Peraturan Rektor itu dikeluarkan pelaksanaan pemira menjadi berganti sistem. Menilik Peraturan Rektor Universitas Airlangga Nomor 07/H3/PR/2011 Pasal 6 Ayat 5  berbunyi bahwa MPM  selaku lembaga tertinggi mahasiswa di tingkat Universitas bertugas untuk memilih dan menetapkan Ketua BEM Universitas. Cukup jelas bahwa Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) sebagai organ tertinggi dari organisasi kemahasiswaan yang terdiri dari Ketua BEM Fakultas, Anggota DLM dan Ketua dan sekretaris Forkom UKM berhak memilih dan menetapkan ketua BEM Universitas tanpa persetujuan dari rektorat sekalipun. Itu artinya sistem pemilihan tidak lagi one man one vote tetapi dipilih oleh MPM. Sangat riskan sekali jika sistem ini diterapkan terkait kondisi dari perpolitikan tiap- tiap fakultas yang berbeda. Bisa saja Fakultas yang kuat politiknya akan memenangkan pemilu ini tetapi Fakultas yang lain seolah lenyap dan tidak mempunyai kekuasaan.

Penulis ingin menyoroti kebijakan tak tertulis rektorat yang tetap tidak menyetujui adanya PEMIRA, tetapi pada bulan Oktober kemarin sudah banyak Fakultas yang sudah memasang formulir pembentukan KPUM. Tentu analogi yang yang sangat aneh jika pihak Rektorat masih belum menyetujui adanya PEMIRA. Terkait pihak Rektorat sendiri pernah menyatakan secara implisit bahwa “tidak akan ada pemira sebelum Presiden Universitas Airlangga menyelesaikan konflik internalnya”. Padahal hingga kini ketiga Fakultas yang mengeluarkan somasi tersebut masih tidak menyetujui adanya eksistensi konstitusi mahasiswa yang ada. Secara struktural sebagai organisasi kemahasiswaan, DLM maupun BEM berada di bawah konstitusi Unair. Sehingga pengaturan akan hak dan kewajiban serta hubungan hierarki antara birokrasi dan ORMAWA pun telah diatur. 

Yang menjadi pertanyaan apakah sikap tidak mendukung PEMIRA tersebut adalah pernyataan tak langsung rektorat yang sudah tidak mendukung keberadaan ORMAWA? Padahal menurut Peraturan Rektor Universitas Airlangga Nomor 07/H3/PR/2011 BAB 1 Ketentuan Umum  Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa “Organisasi Kemahasiswaan Universitas adalah wahana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kepemimpinan dan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi”.

Sangat selaras dengan fungsi idealisme mahasiswa baik sebagai agent of change, moral force, iron stock, maupun agent control terhadap kebijakan birokrasi yang tidak sejalan dengan hati nurani. Jika benar akan ada penghapusan ORMAWA melalui setting-an yang tersistematis ini, jangan sampai intervensi mahasiswa oleh kepentingan khusus ini akan menjadi tinggal cerita! Sebuah trobosan aturan baru sangat mungkin diberlakukan untuk menerobos aturan hukum yang ada jika memang sudah ada peralihan fungsi mahasiswa yang dulu sebagai pihak independen kini menjadi pihak yang terus diserang dengan sebuah kepentingan khusus.

to be continue...

Komentar

Postingan Populer