Polemik Perpolitikan Kampus dan Pengaruhnya terhadap Kontribusi Mahasiswa 2


Melalui Departemen Kebijakan Publik BEM Universitas Airlangga harus berani dalam melakukan evaluasi, hingga Action yang mampu mengendalikan idealisme mahasiswa yang hampir ter-kooptasi oleh Peraturan Rektor tersebut. Buat apa kita masih tetap mengindahkan peraturan jika memang semua lini mahasiswa tidak menyetujui adanya Peraturan Rektor tersebut. Dengan demikian masih sangat layaklah sebuah badan konstitusi mahasiswa disebut Student Goverment. Karena kita tahu pada hakikatnya adalah hukum diciptakan untuk manusia. Dengan kata lain, jika pelaksanaan PEMIRA masih terganjal oleh polemik yang tiada akhirnya maka sesuai dengan konstitusi mahasiswalah yang patut menjadi acuan gerakan mahasiswa, bukan dengan Peraturan Rektor.

Yang penulis khawatirkan adalah terkait isu yang beredar luas akan seluruh mahasiswa yang hanya digiring kearah Tri Dharma Pendidikan (pembelajaran, penelitian dan penerapan) yang efek negatifnya hanya melulu mengurusi kegiatan yang bersifat akademik saja. Keadaan Mahasiswa akan berputar keadaannya seperti Pasca Kekuasaan Orde lama runtuh, munculah babak baru dalam sejarah Kemerdekaan Indonesia yang disebut dengan Orde Baru. Namun, setelah Era Reformasi berhasil menumbangkan Rezim Orde Baru, Ternyata tidak memberikan dampak yang cukup berarti bagi Kesejahteraan Bangsa, yang terjadi hanya krisis pada setiap lini kehidupan.

Dari ungkapan tersebut dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa Rezim boleh saja bergati nama dengan Reformasi, tapi kekuasaan masih saja dikuasi orang-orang lama. Inilah Era Baru, Pasca tragedi 1998 yang memakan banyak nyawa dari Mahasiswa, pergerakan mahasiswa kembali mengalami kemandulan. Krisis pergerakan terjadi dimana-mana, tidak ada pergerakan dan perubahan konkrit yang dihasilakan oleh mahasiswa, “selain kepentingan individu dan golongannya sendiri”. Pergerakan mahasiswa dikuasi oleh kepentingan-kepentingan pragmatis individual, pergerakan mahasiswa tidak lagi murni sebagaimana namanya, ideologi telah tercemar oleh kepentingan sesaat. 

Yang dipikirkan hanya kekuasaan dan karir politik belaka, mereka tidak lagi memikirkan kepentingan publik dan kesejahteraan masyarakat, mereka tidak berani menunda kesenangan sesaat, demi kesenangan hakiki yang lebih besar. Mereka yang menamakan dirinya mahasiswa itu telah mandul dengan ide kreatif, konstruktif mereka kering dengan jiwa kepemimpinan, mereka hanya pintar menjilat untuk memuaskan nafsu mereka sendiri.

Reformasi tidak lagi menjadi semangat yang membakar jiwa-jiwa revolusioner, kini, reformasi hanya menjadi jargon untuk mendapatkan kursi, kekuasan dan jabatan, reformasi telah beralih fungsi menjadi ideologi pragmatis (pragmatic ideology) dari sebuah kepentingan. Ini semua terjadi karena mereka yang tidak mempunyai karakter, jiwa nasional mereka dangkal dan pengetahuan mereka pun hanya bersifat doktriner. Mereka tidak siap untuk memimpin bangsa ini karena mereka tidak mempunyai formula untuk menyelesaikan segala bentuk permasalahan bangsa. 

Hanya kekuatan dan niat yang utuh yang mampu menolong keadaan deradikalisasi ideologi seperti ini. Bisa dengan selalu melaksanakan sebuah kajian yang mendalam, intensif dan komperehensif. Seorang mahasiswa khususnya sebuah Organisasi pergerakan harus mamapu membongkar kebokbrokan yang terjadi dengan berada pada titik netral dan menghilangkan ke-pragmatisan tersebut.

Misalnya saja kita membuat sebuah acara bertema diskusi tentang sebuah ideologi bagi para badan organisasi yang turut campur dalam polemik kehidupan kampus termasuk pihak Rektorat. Diskusi ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu, secara umum dengan melihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari dan beberapa arah filosofis juga dengan melihat sebuah  Ideologi politis. Biasanya, dalam diskusi ideologi ini akan menghasilkan sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota diskusi. Dari situlah akan terlihat nantinya, beberapa tujuan utama dibalik diskusi ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif.

Melihat Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak yang tidak hanya sekadar pembentukan ide tetapi suatu solusi baru yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit. Jika kita berhasil mengadakan acara diskusi semacam  itu akan menjadi sebuah langkah yang konkrit dan dapat kita lihat bahwa akan banyak benturan- benturan ideologi yang sudah menjadi pengkabur dalam menentukan sebuah kebijakan. Meskipun kita tidak menutup mata bahwa hal ini sangat sulit jika diajukan kepada pihak atas juga kelemahan terletak pada waktu yang sangat tidak banyak lagi.

Tetapi sebuah tekad yang kuat dan pemurnian jiwa dari kita akan membuat beban moral bagi pihak rektorat dan serentetannya jika mereka enggan melaksanakan suatu trobosan yang kita buat ini.  Karena semakin peraturan Rektor itu diada-adakan maka semakin kecil pula landasan mahasiswa dalam mengambil kebijakan baik dari segi konstitusi maupun segi filosofis yang lainnya. Dan kita akan semakin kalah dalam propaganda yang ada. Lantas apakah kita pernah berpikir akan pengaruh polemik politik ini terhadap kontribusi mahasiswa yang selanjutnya? Tidak. Tetapi kita akan semakin dibingungkan dengan permainan cantik yang semakin mendalam.

Disini penulis menekankan bagi mahasiswa baru untuk selalu membudayakan membaca agar pengetahuan tentang Negara (baca:kampus) mereka semakin terbuka dan tidak hanya bersifat doktriner semata. Begitu juga dengan peran pers sebagai Media Pendidikan, bahwa dalam Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa pers harus dapat membantu pembinaan swadaya, merangsang prakarsa sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila, peningkatan kehidupan spiritual dan kehidupan material benar-benar dapat terwujud. Untuk memberikan informasi yang mendidik itu, pers harus menyeimbangkan arus informasi, menyampaikan fakta di lapangan secara objektif dan selektif.

Objektif artinya fakta disampaikan apa adanya tanpa dirubah sedikit pun selektif maksudnya hanya berita yang layak dan pantas saja yang disampaikan. Media disini tidak hanya mempengaruhi politik dengan fokus tayangan, kristalisasi atau menggoyang opini publik, namun secara luas berdampak pada para politisi yang memiliki otoritas dalam memutuskan kebijakan publik termasuk Rektorat. Karena itu penulis berusaha dalam pembuatan media berbentuk sebuah wacana yang mampu membuat civitas akademika lain tetap berkarya dan berkontribusi lebih. Diharapkan dengan tulisan tulisan yang bersifat persuasif tersebut dapat mengoyak semangat mahasiswa agar tetap melahirkan gebrakan gebrakan baru dengan tambahan pengetahuan yang dapat dijadikan sebuah acuan.

Jadi walaupun ditengah tengah polemik politik yang kabur ini kita harus tetap menunjukkan eksistensi kita sebagai fungsi stabilitas sebuah badan ekskutif. Tekad yang berani dan gerakan yang tersistematis pula yang mampu mengimbangi permainan cantik yang sudah ter-setting dengan rapi ini. Semoga kita tidak menjadi mahasiswa yang hanya “hangat-hangat tahi ayam” tapi menjadi mahasiswa yang mampu menjaga komitmennya dan mampu menyelamtkan keadaan bangsa. 
 Penulis adalah SekMen Departemen Kebijakan Publik BEM UNAIR 2011

Komentar

Postingan Populer