Ponkesdes Untuk Jawa Timur
Oleh: Dewiyana*
Pada tahun
2011 menurut data BPS Provinsi Jawa Timur, Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa
Timur jumlahnya per 1000 kelahiran hidup mencapai 29,24 persen. Sedangkan di
tingkat nasional masih 35 persen. Meski demikian, Jawa Timur menetapkan
penurunan angka kematian bayi hingga mencapai angka 24 persen sesuai dengan
target MDGs. Juga tentang ibu hamil yang mempunyai resiko atau bahaya yang
lebih besar pada kehamilan atau persalinannnya dibandingkan dengan ibu hamil
dengan kehamilan atau persalinan normal. Sangat memerlukan sarana pelayanan
kesehatan yang tepat serta dekat. Seperti halnya Pondok Kesehatan Desa
(Ponkesdes).
Hal ini
sangat beiringan dengan kebijakan baru yang dibuat oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur tentang adanya Pondok
Kesehatan Desa (Ponkesdes). Kebijakan ini juga mengacu pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2014. Ponkesdes
merupakan pengembangan Pondok Bersalin Desa (Polindes) menjadi Pondok Kesehatan
Desa (Ponkesdes) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun
2010 tentang Pondok Kesehatan Desa di Jawa Timur.
Jadi,
melalui Ponkesdes sarana pelayanan kesehatan yang berada di desa atau kelurahan
yang merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa (Polindes) berperan sebagai
jaringan Puskesmas dengan tenaga minimal perawat dan bidan. Hal ini dilakukan dalam
rangka mendekatkan akses dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Dengan
begitu visi pembangunan di Jawa Timur dapat terlaksana dengan pendekatan akses
dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Maka pembangunan
kesehatan harus diselenggarakan berdasarkan arah dan kebijakan pembangunan
daerah yang dilakukan oleh semua potensi yang terdiri dari masyarakat, swasta,
dan pemerintah secara sinergis.
Tentu saja
hal ini dapat menjadi contoh dari salah satu program kesehatan yang ada di Indonesia.
Terutama untuk untuk wilayah-wilayah yang memiliki perbedaan letak geografis
yang cukup signifikan. Kami semua berharap, agar program ini dapat menjadi
motor penggerak pusat kesehatan masyarakat yang ada di daerah khususnya agar
menjadi masyarakat yang sehat. Karena masyarakat sehat merupakan investasi yang
sangat berguna untuk mencapai visi Pembangunan di Jawa Timur yaitu sendiri.
Yaitu dengan tetap "Mewujudkan
Masyarakat Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia"
yang tidak terlepas dari misinya yang "Makmur Bersama Wong Cilik"
Kami cukup
berbahagia ketika kebijakan kesehatan ini juga mendapat dukungan penuh dari Gubernur
Jawa Timur Soekarwo, atau yang akrab disapa dengan “Pak Dhe Karwo.” Beliau mendukung upaya Dinas Kesehatan Jatim
menambah jumlah Pondok Bersalin Desa (Polindes) bagi daerah yang belum
mempunyai akses Pusat kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dan Ponkesdes untuk
daerah yang belum didapati kedua sarana kesehatan tersebut. Dijelaskannya,
tahun lalu baru terdapat 1682 Polindes yang telah berhasil ditingkatkan menjadi
Ponkesdes. Dan pada 2011 bertambah sebanyak 1000 sehingga berjumlah sekitar
2682 ponkesdes. Jumlah itu setelah dilengkapi dengan tambahan perawat di 5700
Polindes. (07/11)
Gubernur juga mengatakan, agar bisa menjadi Ponkesdes
masih banyak yang perlu dilakukan pemerintah, termasuk pemerintah
kabupaten/kota. Gaji perawat pada Ponkesdes separuh dibiayai provinsi,
separuhnya oleh pemerintah kabupaten. Akan tetapi alat kesehatannya dibiayai
sepenuhnya oleh Pemerintah Provinsi. “Ini yang kami minta perhatian Kepala
Dinas Kesehatan di daerah agar melakukan pendekatan kepada kepala daerah supaya
bisa dilakukan sharing di Kab/Kota,”
ungkapnya.
Begitu juga
dengan Standart Operating Procedure
(SOP) seperti sistem rujukan yang berada di daerah mulai dari Pustu (Puskesmas
Pembantu) dan Puskesmas harus betul-betul dijalankan dan dilaksanakan dengan
baik. Hal ini dimaksudkan agar proses rujukan setelah melalui Puskesmas
Pembantu (Pustu) dan Puskesmas penangananya kemudian dibawa ke Rumah Sakit
Kabupaten/Kota atau Rumah Sakit Provinsi. “Pemerintah provinsi bukan menolak pasien
miskin, akan tetapi pasien miskin yang berada di daerah harus mengurus terlebih
dahulu di Kab/Kota.
Jika semua penanganan dilakukan di RSUD Dr. Soetomo maka sistem rujukan tidak
akan jalan dan menjadi puskesmas raksasa,” pungkasnya lagi.
Hal lain
yang menjadi efek dari adanya Ponkesdes adalah tentang Sumber daya Manusianya
yang juga menggunakan perawat dan bidan daerah setempat. Berdasarkan aturan yang ada, karena syarat utama rekrutmen
perawat untuk Ponkesdes adalah perawat dari desa asal atau warga setempat.
Selain itu, bidan tersebut juga berpengalaman bertugas di puskesmas atau rumah
sakit pemerintah Kabupaten. Jadi perawat dan bidan daerah setempat dapat
langsung mengabdi di daerahnya.
Sehingga akses
pelayanan kesehatan serta penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat terpenuhi bagi
setiap orang yang bertempat tinggal di desa atau kelurahan. Guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.[]
*Mahasiswi semester lima FKM UNAIR
Komentar
Posting Komentar