Standarisasi Kualitas Tenaga Ahli Kesehatan Masyarakat Di Seluruh Indonesia

Oleh: Dewiyana*

Dewasa ini kita mulai mengenal yang namanya tenaga ahli kesehatan masyarakat. Bahkan di kampus-kampus bergengsi yang ada di seluruh Indonesia, nama ini sudah tidak terdengar asing lagi. Biasanya pendidikan yang ditempuh agar memperoleh predikat ini adalah melalui jenjang pendidikan strata satu Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM). Tenaga tersebut bergerak di bidang preventif dan promotif, sedangkan dokter bergerak di bidang kuratif dan rehabilitatif. Itulah yang membedakan keduanya
 
Namun seringkali tenaga kesehatan masyarakat belum seberapa di pahami keberadaannya oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya tahu tentang tenaga keprofesian seperti dokter, perawat, apoteker dan seorang analis medis. Masih belum jelas tentang sebutan ahli kesehatan masyarakat, disebut profesi ataukah praktisi. Karena yang diketahui oleh publik hanyalah sebagian kecil profesi kepeminatan di dalamnya seperti ahli gizi, ahli K3, ahli epidemiologi dan ahli biostatistika. Yang pertama, karena tenaga ahli ini belum terstandar. Yang ke dua, belum adanya standarisasi yang jelas tentang kompetensi tenaga ahli kesehatan masyarakat yang diperlukan. 
 
Dalam era globalisasi ini sebaiknya pembenahan harus segera dilakukan. Karena peningkatan mutu dan profesionalitas tenaga ahli kesehatan masyarakat hanya dapat dicapai bila mereka mampu dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan standar profesinya. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996 pasal 21 dan 22 menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan standar profesi itu harus ditetapkan oleh Menteri.
Dari peraturan tersebut, sebaiknya standarisasi tenaga ahli kesehatan masyarakat ini dilakukan oleh badan independen yang terdiri dari organisasi profesi. Karena keberhasilan melaksanakan pembangunan kesehatan sebagai upaya mewujudkan peningkatan mutu pelayanan kesehatan perlu didukung dengan peran aktif dari semua pelaku, salah satunya organisasi profesi terkait. Jadi, pemerintah hanya bertindak sebagai sistem regulasi untuk standarisasi. Sedangkan organisasi profesi berperan sebagai pelaku atau pihak yang menjalankan proses standarisasinya. Organisasi profesi tersebut terdiri dari masing-masing kepeminatan. Seperti kepeminatan epidemiologi yang organisasi profesinya disebut Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI), ahli gizi yang organisasi profesinya disebut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).
Organisasi profesi tersebut merupakan badan independen yang bertanggung jawab penuh kepada presiden. Disamping itu juga memiliki otoritas yang bertugas melaksanakan standarisasi kompetensi profesi bagi tenaga ahli kesehatan masyarakat di Indonesia. Seperti halnya Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2004 atas perintah UU Nomor 13 tahun 2003, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Hanya saja organisasi ini baru dimulai pada awal tahun 2000 yang ditandai dengan ditandatanganinya Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pendidikan Nasional, Ketua Umum Kadin Indonesia. Tidak bekerja sama dengan Menteri Kesehatan Indonesia.
Oleh karena itu, kita perlu membuat sebuah badan yang bertugas melakukan standarisasi kompetensi untuk tenaga ahli kesehatan masyarakat Indonesia. Dengan ditetapkannya standar profesi oleh Menteri Kesehatan. Setelah itu barulah dilakukan uji kompetensi untuk setiap jenis tenaga ahli tenaga kesehatan masyarakat oleh organisasi profesi yang sudah terbentuk agar kualitas tenaga kesehatan sama baik di seluruh Indonesia.
*Mahasiswi semester lima FKM UNAIR

Komentar

Postingan Populer