Catatan Teras Desa #2

Sore ini saya kembali duduk di teras rumah hunian yang masih saya tempati di sini. Dengan pemandangan satu pelataran dan beberapa rentetan jemuran yang selalu penuh oleh baju kami. Hehehe.. ini bukan tempat laundry kok, ini hanya sampiran dua belas orang termasuk saya.

Mereka, ke sebelas orang itu rekan-rekan hidup saya selama di sini.

Walaupun sejujurnya saya belum menemukan satu kesan yang cukup berarti. Maaf, bukan saya tidak merasa nyaman, saya hanya ingin teman-teman lebih merasakan arti kehidupan yang jauh-jauh-jauuuh berkesan dari pada hanya sekedar melaksanakan kerja lapangan.

Jika sore hari, saya terlihat lebih sering duduk di depan dengan setumpuk pekerjaan yang ada di file lap-top, atau mengisi lembar evaluasi harian yang harus diberikan ke dosen. Saat maghrib tiba, saya lebih suka langsung menuju ke masjid depan rumah kita, berjama’ah di sana dan usainya saya melanjutkan mengaji di dalam kamar sampai isya’. Setelah isya’ biasanya kita rapat sampai hampir jam 9 malam atau terkadang lebih. Setelah itu saya lebih memilih kembali ke kamar membuka lap-top lagi dari pada harus berkumpul dengan teman-teman untuk sekedar main uno-kartu remi atau main truth or dare.

Itu saat agenda sore selain Senin-Selasa. Karena jika hari itu, saya akan lebih lama berkutat di dapur untuk menyiapkan makan pagi-malam kalian.

Bukan saya tidak mau berkumpul dengan teman-teman, bukan!

Saya adalah orang yang selalu mendahulukan kepentingan kelompok dari sekedar kepentingan individu. Saya akan melakukan pekerjaan kelompok dengan cepat dan baik dari pada harus menyelesaikan pekerjaan pribadi saya yang entah itu untuk kampus maupun luar kampus.

Bagaimana kalau kita bertukar energi saja?

Begini, saya yakin teman-teman sering merasa lelah karena tidur sangat larut malam karena UNO-an. Hehe, lebih baik kita bertukar energi saja. Saya pamit tidur lebih cepat karena hanya ingin memanfaatkan waktu untuk beristrirahat, saya akan bangun pukul 03.00 pagi setiap hari untuk memulai aktivitas kembali. Sedikit kebiasaan saya kalau di rumah.

Mata saya sudah lebar, disaat teman-teman masih tertidur atau bahkan saat teman-teman bermandi lelah karena kebersamaan telah hanyut membersamai kalian dengan tentram. Saya mandi, dan kemudian saya melaksanakan sholat tahajud-hajat di dalam kamar yang dilanjutkan dengan mengaji hingga subuh.

Sejujurnya, saya cukup senang rumah ini penuh gelak canda kalian yang tiada sepi. Tapi, ijinkan saya memberi nafas yang sebenarnya teman-teman juga butuhkan, nafas ke-Tuhan-an yang sering kali kita lupa dan lalaikan.

Kiranya, lantunan ayat suci Al-Qur’an setiap sebelum subuh dapat memberikan kesegaran dalam rumah kita, yang bisa kita rasakan walau tak bisa kita nikmati kebersamaannya. Mungkin, akan lebih indah jika kita melingkar dalam satu jama’ah untuk mendamaikan hunian yang kita tempati ini. Mungkin?

Tapi kiranya, itu hanya tinggal mimpi. Karena hidup kita di sini hanya hingga lusa dan akhirnya kita berpisah.

Bersambung……

Komentar

Postingan Populer