Catatan Teras Desa #5
Well, besok
pagi saya harus bergegas meninggalkan rumah ini. Rumah kita?
Rumah yang selama 40 hari kita
tempati sebagai hunian yang asri.
Malam ini kepala saya sangat pusing.
Peningnya bukan main. Sambil menanti teman-teman melaksanakan sholat terawih
berjama’ah di ruang tamu saya ber-muhasabah di kamar (lagi).
Agenda setelah ini adalah rapat
terakhir, tepatnya, evaluasi terakhir.
Sejujurnya, jika boleh memilih, saya
ingin tidur saja. Melepas lelah karena seharian dari kota membeli oleh-oleh untuk
teman-teman, sanak keluarga, saudara. Dan sorenya, kita packing bersama.
Ahh… skip!
Lagi-lagi hujan tidak merata. Saya
meremas ujung guling dengan kerasnya karena hujan hanya mengguyur daerah muka.
Saya menangis……
Terima kasih Allah swt,
Terima kasih orang tua,
Terima kasih Power Ranger,
Terima kasih Pondok Wuluh,
Terima kasih bapak-ibu dosen
pembinmbing,
Terima kasih FKM UNAIR,
Terima kasih berisik angin, indah
pelangi, senja dan mega, senyum tulus orang-orang desa, si pipi merah Adam,
dengkuran sapi, jalan berbatu, hijau sawah, gelap jalan bambu, sepeda mini
merah jambu, dan…. Ah! Saya pasti merindukan kalian.
Terima kasih sudah mampu membuat
guratan-guratan senyum yang menghiasi wajah saya selama 40 hari ini. Bukan senyum
lagi bahkan tawa-canda, mungkin lebih dari itu. Saya tidak tahu disebut apa.
Kalian istimewa, dan saya yakin
diantara kita selalu punya niat baik. Walaupun belum sempat terungkap dalam
kata, bicara maupun laksana dia pasti dicatat sebagai amal yang nyata.
Komentar
Posting Komentar